HALLOJABAR.COM – Kota Bogor selain populer dengan julukan kota hujan juga terkenal sebagai surganya para penikmat kuliner.

Berbagai ragam makanan ada di kota ini baik yang di resto maupun kaki lima maka tak heran kalau setiap akhir pekan atau hari libur selalu disesaki oleh wisatawan.

Wisatawan dari berbagai kota yang datang hanya untuk sekedar berburu dan menikmati kulinernya yang khas dan menggiurkan.

Banyak ragam pilihan kuliner yang sudah menjadi brand kota Bogor, salah satunya nya adalah Doclang.

Doclang adalah makanan otentik Kota Bogor, konon sudah ada sejak tahun 1700-an, pada waktu itu pedagang makanan tradisional ini sudah ada di sekitaran Jembatan Merah.

Beberapa waktu lalu Doclang telah tercatat sebagai salah satu Intangible cultural heritage atau Warisan Budaya Tak Benda (WBTB).

Doclang adalah salah satu makanan tradisional khas kota bogor berupa irisan “pesor”, tahu kuning, goreng kentang rebus dan kerupuk yang diguyur bumbu kacang kental dan kecap manis.

Beberapa penjual melengkapinya dengan irisan telur rebus. Doclang meyerupai ketupat sayur atau ketoprak yang mempunyai bumbu kacang sebagai pelengkapnya.

Akan tetapi doclang mempunyai keunikan tersendiri yaitu dari sisi lontongnya yang disebut “pesor” yang dibuat dan dibungkus berbeda dari lontong pada umumnya,

Pesor atau lontong berukuran jumbo pada Doclang berbentuk persegi empat dan dibungkus menggunakan daun “patat”

Daun patat atau Phrynium Capitatum ini diyakini memiliki sifat anti bakteri dan banyak mengandung serat dan protein.

Poses pembuatannya membutuhkan waktu yang sangat lama, sedangkan keunikan lainnya adalah adanya kentang rebus sehingga menjadi pembeda antara Doclang dengan kupat tahu dan ketoprak.

Sejarah mengenai asal usul siapa yang pertama membuat Doclang serta dari mana asal muasalnya dan siapa yang pertama menjualnya masih belum jelas.

Menurut salah satu sesepuh b
Bogor, makanan tradisional khas Bogor ini sudah ada sejak dahulu dan diwariskan secara turun temurun.

Gubernur Jendral Hindia Belanda yang kala itu berkedudukan di Istana Bogor, jika berolah raga pagi atau jalan santai di sekitar Jembatan Merah, selalu menyempatkan diri menikmati jajanan khas Doclang.

Selain itu para petinggi dan pejabat Hindia Belanda setiap malam minggu para muda mudi bule dan para priyayi yang dijuluki mience dan sinyo sering mampir kekawasan ini

Sambil kongkow menikmati makanan tradisional ini,kata sesepuh bogor.

Pada tanggal 30 September 2022 dalam sidang yang digelar di Yogyakarta tim kurasi Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Provinsi Jawa-Barat menetapkan bahwa “Doclang” makanan tradisional khas kota bogor adalah Warisan Budaya Tak Benda “

Doclang adalah makanan tradisional khas bogor yang merupakan sebuah karya budaya dengan domain kemahiran dan kerajinan tradisional.

Khususnya dalam pengolahan makanan tradisional yang memiliki nilai sejarah komunal turun temurun di lestarikan serta di kembangkan di suatu wilayah sehingga dapat membangun ekosistem kebudayaan.

Salah satu faktor utama di tetapkannya Doclang sebagai Warisan Budaya Tak Benda provinsi maupun nasional adalah tindak lanjut dari berbagai catatan rekomendasi perbaikan oleh tim kurator agar memenuhi kualifikasi yang ditetapkan.

Tindak lanjut tersebut dilakukan dengan melibatkan sinergi antara pemerintah dan masyarakat yang didalamnya terdiri dari maestro maupun pegiat karya budaya dan atau pegiat cagar budaya.

Warisan budaya tak benda adalah peninggalan budaya yang tidak semuanya dapat diraba tetapi diketahui dan dirasakan keberadaanya.

Peninggalan budayanya bisa dalam bentuk pengetahuan, ekspresi, lisan, artefak, aktivitas manusia dan sebagainya.

Salah satu sifat yang dimiliki warisan budaya tak benda adalah dapat menghilang seiring berjalannya waktu.

UNESCO sebagai salah satu bagian dari organisasi perserikatan bangsa-bangsa (PBB) memiliki tugas untuk menjaga budaya di berbagai negara.

Warisan budaya tak benda di atur dalam konvensi UNESCO tentang pelestarian budaya tak benda tahun 2003 (Konvensi UNESCO 2003) yang kemudian diratifikasi indonesia kedalam peraturan perundang-undangan.

Sekitar tahun 1990 an para pedagang makanan legendaris ini masih sering terlihat keluar masuk kampung menemui para pelanggannya dengan cara dipikul.

Sayangnya kuliner ini sudah mulai jarang ditemukan namun beberapa penjual di Kota Bogor masih mempertahankannya.

Tetapi tidak dengan cara dipikul dan berkeliling melainkan memakai gerobak sebagai “pedagang kaki lima” dan tidak berpindah pindah tempat serta siap melayani pelanggannya selama 24 jam.

Seperti yang ada di sekitaran Jembatan Merah atau Jalan Mantarena dan Jalan Veteran,di sana terdapat beberapa pedagang Doclang, mereka umumnya adalah generasi kedua atau ketiga.

Doclang saat ini bukan hanya sekedar sepiring makanan, tapi merupakan representasi keunikan tradisi lokal warga Bogor yang tentunya harus di jaga keberadaannya.

Perlu dilestarikan agar anak cucu kita masih bisa menikmati kelezatan masakan tradisional ini di tengah serbuan makanan cepat saji.

Kota hujan bogor selalu membuat rindu setiap orang selain karena cuacanya yang sejuk juga beragam suguhan kuliner tradisionalnya yang selalu menggiurkan.

Serta membuat kepincut siapapun dan yang mencobanya pasti akan ketagihan. (Yan Brata Dilaga).***